Pelaksanaan Tindakan Medis oleh Perawat Terhadap Pasien Gawat Darurat Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan (Studi Kasus di RSUD Sunan Kalijaga Demak)
Abstract
Beberapa undang-undang memberikan kerangka kerja untuk pengaturan tindakan medis dan pendelegasian kekuasaan untuk melaksanakannya. Undang-undang tersebut antara lain Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004, dan Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014. Selanjutnya, pelaksanaan praktek perawat diatur dengan peraturan No. 17 tahun 2013 dan pelaksanaan dan pelaksanaan praktek medis diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 2052. Peraturan ini memungkinkan perawat untuk melakukan tindakan medis di fasilitas darurat dengan pendelegasian wewenang tertulis dari dokter. Meskipun demikian, transmisi kekuasaan secara verbal adalah hal yang biasa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif dengan spesifikasi deskriptif untuk mengkaji faktor-faktor yang menghambat pendelegasian kewenangan dalam pelayanan kesehatan. Faktor-faktor ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal berikut: kurangnya kejelasan dalam ketentuan hukum; kurangnya pemahaman tentang peraturan saat ini oleh dokter dan perawat; rasio perawat terhadap dokter yang lebih tinggi; dan kurangnya kesadaran hukum secara umum di kalangan profesional perawatan kesehatan. Karena pengalihan kekuasaan bersifat verbal untuk menyederhanakan praktik dan dipengaruhi oleh situasi yang tidak terduga, hal itu tidak melarang evaluasi pasien di unit gawat daruratKeywords
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.24167/sjhk.v10i2.12265
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 Soepra Jurnal Hukum Kesehatan