Editorial Paper: Peluang Penelitian Dalam Arsitektur Digital
Abstract
Descartes, seorang filsuf dari Perancis, menyampaikan ungkapan yang terkenal, yakni Cogito ergo sum yang berarti: "aku berpikir maka aku ada" [1]. Keberadaan buah pikir manusia sebagai pengejawantahan dari “cinta akan hikmat” dalam peradaban manusia, merupakan wujud dari cara mencari atau cara berfilsafat. Pengetahuan dimulai dari sebuah pencarian, dimulai pula dari filsafat sampai dikristalisasi menjadi satu disiplin ilmu. Pendekatan keilmuan, dalam arsitektur sendiri selalu di awali dari buah pikir yang terus dilakukan dalam kajian filosofis, sehingga memungkinkan munculnya cabang ilmu baru dalam arsitektur ataupun pengembangan sesuai dengan IPTEKS yang terkini. Di era digital ini, menghasilkan suatu kemajuan dan tuntutan untuk setiap disiplin ilmu mengikuti dan memanfaatkannya, untuk mempermudah kehidupan manusia, tidak terkecuali bidang arsitektur. Pemikiran tentang filosofi arsitektur digital dilakukan Rudyanto Soesilo dengan judul paper “Telaah Filosofis atas Arsitektur Digital”. Dengan mengambil kasus studi Arsitektur Digital Neo-Nusantara di Ibu Kota Negara (IKN) memberikan cakrawala pemahaman terkait penerepan kajian filsafat pada arsitektur digital dengan kasus nyata, sehingga mudah dipahami dan menjadi dasar landasan bagi peluang pengembangan pemikiran kritis terhadap bidang ilmu arsitektur digital bagi masa depan.
Peran dasar seorang arsitek digital adalah memberikan pandangan komprehensif tentang proses, strategi, dan berbagai proses teknologi yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan dalam proses desain arsitektur. Dengan demikian, pendekatan penelitian yang dilakukan oleh Albertus Sidharta, dalam kajian arsitektur digital di lingkup penelitian perencanaan kota juga dapat dilakukan dan menegaskan posisi arsitek digital sebagai penghubung antara masalah dan solusi [2].
Teknologi Digital saat ini mengarah pada penggunaan Metaverse untuk berbagai disiplin ilmu dan kehidupan manusia. Pew Research Center and Elon University’s Imagining the Internet Center melakukan jajak pendapat, untuk mengetahui harapan masyarakat terhadap metaverse di tahun 2040, dan mendapat hasil 54% mengatakan bahwa mereka berharap metaverse AKAN menjadi aspek kehidupan sehari-hari yang jauh lebih halus dan benar-benar imersif, berfungsi dengan baik untuk setengah miliar orang atau lebih di seluruh dunia. 46% mengatakan bahwa mereka berharap pada tahun 2040 metaverse TIDAK AKAN menjadi aspek kehidupan sehari-hari yang jauh lebih halus dan benar-benar mendalam dan berfungsi dengan baik untuk setengah miliar orang atau lebih di seluruh dunia [3]. Hal ini merupakan hal biasa, karena masih banyak masyarakat yang belum benar-benar memahami tentang metaverse. Namun Ridwan Sanjaya telah mencoba mengungkapkan keterkaitan Metaverse ini terhadap Pengembangan Karya Arsitektur yang menarik untuk dicermati.
Secara keteknikan, Arsitektur digital dapat dikembangkan dalam penelitian yang terkait dengan aspek fisika bangunan, tektonika dan permodelan dengan BIM, yang dilakukan oleh LMF Purwanto, Robert Rianto dan Hermawan. Pengembangan keilmuan ini memang sangat erat kaitannya dengan digital, yang membantu dalam menyusun perhitungan-perhitungan logaritmik dan parametrik dengan mudah melalui aplikasi software komputer. Dari hasil pandangan pemikiran berbagai penelitian di Arsitektur Digital, saat harus mulai siap masuk di era digital ini dengan kemampuan yang diharapkan berupa; kemampuan yang lebih spesifik sesuai dengan bidang ilmu yang diminati, belajar untuk menjadi penghubung antara masalah dan solusi, memiliki pola pikir analitis, untuk menganalisis semua informasi yang telah dikumpulkan dan mencoba menggunakannya untuk menghasilkan peluang dan inovasi baru, dengan memecahkan masalah dan yang tak kalah penting memiliki manajemen waktu yang baik [4].
Keywords
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.24167/joda.v2i1.5539
Refbacks
- There are currently no refbacks.
JoDA Journal of Digital Architecture | e-ISSN: 2798-6896 | View My Stats